Jumat, 26 Agustus 2011

AKHIR DARI SANG LIDAH RAKYAT YANG GAGAH BERANI


(part1)
Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.

Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.

Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa-dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.

Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu.

(part2)
Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya ini.

"Pak, Pak, ini Ega..."

Senyap.

Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.

Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.

Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.

Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.

Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.

"Hatta.., kau di sini..?"

Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.

"Ya, bagaimana keadaanmu, No?"

Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.

Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal.

"Hoe gaat het met jou...?" Bagaimana keadaanmu?

Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno.

Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil.

Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.

Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

"No..."
(part3)
Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang.

Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus.

Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.

Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka.

Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.

Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.

Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan lama lagi. Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.

Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan.

Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.


http://www.kaskus.us/showthread.php?t=10169591

SOEKARNO idolaku bukti "retorika mengguncang dunia"

Terkadang kita mendengar seseorang, beberapa orang, banyak orang, bercerita hal-hal magis tentang Bung Karno. Bahkan ada kalanya, bagi seseorang, beberapa orang, banyak orang, cerita-cerita tadi terasa dibesar-besarkan. Entah yang melempar topik tongkat komandonya, pecinya, kacamatanya, sampai segala sesuatu yang pernah disentuhnya.

Tulisan ini tentu saja tidak bermaksud mengonfirmasi hal-hal itu. Tidak membantah, tidak pula mengiyakan. Segala cerita magis, mistis, ghaib, supranatural di sekeliling kehidupan Bung Karno, ada kalanya merupakan ekspresi kekaguman seseorang, beberapa orang, banyak orang tentang Putra Sang Fajar. Mengapa harus mengomentari orang berekspresi?

Nah, ini pun tentang ekspresi. Cermin diri, suara hati. Bung Karno adalah manusia ekspresif. Ia sangat pandai menyuarakan kata hati, jerit hati, seruan hati. Tidaklah mengherankan jika semua pidato yang menggelegar, semua orasi yang memukau, semua kata sambutan yang membahana, berasal dari hati. Ekspresi jiwa yang dibungkus kekayaan kata, menjadikan Bung Karno seorang pembicara yang jaya.

Salah seorang yang dekat dengannya,  Dr. Soeharto (bukan pak harto nyak?), dokter pribadinya, termasuk yang sangat menikmati setiap Bung Karno berbicara. Yang ia rasakan, khasanah hati dan pikirannya menjadi lebih kaya. Usai mendengar pidato Bung Karno, selalu saja tumbuh tunas semangat baru dalam hidupnya.

Kebetulan, sebagai seorang dokter yang terbiasa mengobservasi detail keluhan pasien, ia pun senantiasa mencermati kata demi kata, serta struktur kalimat dan alunan birama saat berbicara. Bung Karno, dengan penguasaan sedikitnya tujuh bahasa asing dengan baik itu, sesungguhnya adalah manusia dengan amunisi kata-kata tak terhingga.

kutipan lidah bung karno “I am speaking to you in a language, which is not mine nor yours, but I am speaking with the language of my heart,” begitu kalimat yang cukup sering dipakai Bung Karno dalam pidato-pidato di manca negara. “I am speaking with language of my heart”… bahasa hati.

Kalimat yang juga termasuk sering diselipkan dalam pidato-pidato Bung Karno, adalah semangat persamaan derajat antarmanusia. Dan itu bener kena kalo kata orang sunda mah kanu manah, di saat dunia masih ada yang memberlakukan sistem apartheid, kasta, kelas, golongan, dan ras. “Men all over the world, under the skin, is one,” kata Bung Karno. Tak ada perbedaan antara satu manusia dengan manusia yang lain, kecuali sekadar kulit. Jadi sesungguhnya, di balik kulit putih, kuning, sawo matang, atau hitam, hanya ada satu nama: MANUSIA.

Mungkin karena itu pula, Bung Karno begitu cepat lebur di mana pun ia berada. Bung Karno tak berasa rendah di hadapan bangsa bule yang lebih putih, lebih tinggi, lebih besar fisiknya. dan jga tak sebutir debu di udara, Bung Karno merasa lebih dibanding bangsa berkulit hitam pekat, sawo matang, atau kuning.

Terhadap semua bangsa, Bung Karno menaruh respek yang sama. Terhadap semua bangsa, Bung Karno mengulur persahabatan yang sama. Bahkan sebelum mengakhiri pidato di depan bangsa-bangsa lain di dunia, ada kutipan Perancis yang nyaris tak pernah lupa ia ungkapkan… “Au revoir. Partir est une peu mourir dans mon coeur…” Sampai jumpa lagi. Perpisahan menyebabkan sedikit kematian dalam hati saya.


beberapa kutipan lidah bung karno :


kalau kita lapar itu biasa
kalau kita malu itu juga biasa
namun kalau kita lapar atau malu
itu karena malaysia kurang ajar!

kerahkan pasukan ke kalimantan
hajar cecunguk malayan itu!
pukul dan sikat jangan sampai tanah
dan udara kita terinjak injak oleh
malaysian keparat itu!

doakan aku, aku akan berangkat ke
medan juang sebagai patriot bangsa,
sebagaimartir bangsa dan sebagai peluru bangsa
yang tak mau di injak harga dirinya.

serukan,serukan keseluruh pelosok negeri
bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini
kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan
bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat
dan kita juga masih memiliki martabat.

yo ayo kita ganyang malaysia,
ganyang malaysia, bulatkan tekad semangat kita baja
peluru kita banyak, nyawa kita banyak.
BILA PERLU SATU SATU.


kutipan pidato soekarno pada operasi kalimantan.


Rabu, 24 Agustus 2011

RETORIKA (part 3)

Saat kita membaca istilah RETORIKA, dibenak kita pasti langsung tertuju dengan makna tentang gaya berbicara, atau lebih kerennya seni berbicara.
Dan memang benar, namun lebih dari itu RETORIKA tidak hanya sekedar seni berbicara, lebih luas dalam bentu tulisanpun harus diperhatikan. Menggunakan banyak variabel.
Ada falsafa RETORIKA yang berbunyi, “Kebenaran suatu pendapat hanya bisa dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam berbicara.”

Bentuk RETORIKA :
  1. Ceramah
  2. Face to face
  3. Massa Information
  4. Diskusi Kelompok
  5. Sambutan
Ada beberapa contoh cara berfikir dalam RETORIKA
  • Berfikir kreatif
    Suatu cara berfikir yang menimbulkan ide baru atau menghubungkan ide dan hal yang sebelumnya belum dihubungkan
  • Berfikir Kausatif
    Suatu cara berfikir yang menjelaskan apa  yang akan  terjadi akibat keadaan sebelumnya
  • Berfikir Induktif
    Suatu cara berfikir yang bersumber dari data spesifik kemudian dijadikan suatu simpulan
  • Berfikir Deduktif
    Suatu cara berfikir yang mengambil hal-hal yang umum pada hal-hal yang khusus
  • Cara Problem Solving
    Cara berfikir yang mengungkapkan masalah dan dicari pemecahannya

RETORIKA (part 2)


RETORIKA dan ILMU PENGETAHUAN lain
Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax menulis makalah bejudul Techne Lagon (Seni kata-kata). Pada waktu itu seni berbicara atau llmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan mempengaruhi orang lain. Membela diri di pengadilan ketika orang lain mengambil tanah atau mengakui tanahnya karena waktu itu belum ada sertifikat tanah. Membela diri ketika seseorang, katakanlah orang kaya raya dituduh mengorbankan kehormatannya dengan hanya mencari setandan pisang di kebun dan sebagainya.
Singkat retorika atau ilmu komunikasi pada waktu itu hanya digunakan untuk membela diri yang berhubungan dengan kepentingan sesaat dan praktis.
Sementara untuk mempengaruhi orang lain, menurut Aristoteles ada 3 cara yaitu :
  • Harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya dan status yang terhormat yang disebut “ethos”
  • Harus dapat menyentuh hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang yang disebut “phatos”
  • Meyakinkan khalayak dengan bukti yang kelihatan, yang disebur “logos”
  • Dari sejarah singkat perkembangan retorika atau ilmu komunikasi klasik yang patut kita catat yakni mengenai tahap penyusunan pidato karya Aristoteles yang sampai sekarang masih terus dipakai, adalah penentuan tema, penyusunan, gaya, memori dan penyampaian.
Prinsip-Prinsip Dasar Retorika
Retorika atau ilmu komunikasi adalah cra pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau metode y ang teratur atau baik. Berpidato, ceramah, khutbah juga termasuk kajian retorika. Cara-cara mempergunakan bahasa dalam bentuk retorika seperti pidato tidak hanya mencakup aspek-aspek kebahasaan saja tetapi juga mencakup aspek-aspek lain yang berupa penyusunan masalah yang digarap dalam suatu susunan yang teratur dan logis adanya fakta-fakta yang meyakinkan mengenai kebenaran masalah itu untuk menunjang pendirian pembicara.
Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang ingin disampaikan secara efektif dan efisien akan lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu komunikasi akan tetap bertitik tolak dari beberapa macam prinsip.
Prinsip-prinsip dasar itu adalah sebagai berikut :
  • Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosakata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif semakin besar kemampuan memilih kata-kata yang tepat dan sesuai untuk menyampaikan pikiran
  • Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan pembicara menggunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda.
  • Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih menarik perhtian pendengar dan lebih memudahkan penyampaian pikiran pembicara.
  • Memiliki kemampuan penalaran yang baik sehingga pikiran pembicara dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.
Urgensi Ilmu Komunikasi atau Retorika Bagi Calon Pemimpin
Setiap calon selain ia harus berwawasan luas juga dituntut harus mempunyai keterampilan berkomunikasi atau berbicara. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui latihan yang sistematis, terarah dan berkesinambungan. Tanpa latihan, kepasihan berbicara atau pidato tidak dapat tercapai. Disamping itu, calon pemimpin juga harus mengetahui ciri-ciri pembicara yang ideal.
Pengetahuan tentang ciri-ciri pembicara yang baik sangat bermangaat bagi mereka yang sudah tergolong pembicara yang kurang baik dan bagi pembicara dalam tarap belajar. Bagi golongan pertama, pengetahuan tersebut dapat digunakan sebagai landasan mempertahankan, menyempurnakan atau mengembangkan keterampilan berbicara atau pidato yang sudah dimilikinya. Bagi golongan kedua yakni calon pemimpin. Hal itu sangat baik dipahami dan dipalikasikan sehingga dapat menghilangkan kebiasaan buruk yang selama ini mungkin dilakukan secara tidak sadar.

RETORIKA (part 1)


Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax menulis makalah bejudul Techne Lagon (Seni kata-kata). Pada waktu itu seni berbicara atau llmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan mempengaruhi orang lain. Membela diri di pengadilan ketika orang lain mengambil tanah atau mengakui tanahnya karena waktu itu belum ada sertifikat tanah. Membela diri ketika seseorang, katakanlah orang kaya raya dituduh mengorbankan kehormatannya dengan hanya mencari setandan pisang di kebun dan sebagainya.
Singkat retorika atau ilmu komunikasi pada waktu itu hanya digunakan untuk membela diri yang berhubungan dengan kepentingan sesaat dan praktis.
Sementara untuk mempengaruhi orang lain, menurut Aristoteles ada 3 cara yaitu :
  • Harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya dan status yang terhormat yang disebut “ethos”
  • Harus dapat menyentuh hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang yang disebut “phatos”
  • Meyakinkan khalayak dengan bukti yang kelihatan, yang disebur “logos”
  • Dari sejarah singkat perkembangan retorika atau ilmu komunikasi klasik yang patut kita catat yakni mengenai tahap penyusunan pidato karya Aristoteles yang sampai sekarang masih terus dipakai, adalah penentuan tema, penyusunan, gaya, memori dan penyampaian.
Prinsip-Prinsip Dasar Retorika
Retorika atau ilmu komunikasi adalah cra pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau metode y ang teratur atau baik. Berpidato, ceramah, khutbah juga termasuk kajian retorika. Cara-cara mempergunakan bahasa dalam bentuk retorika seperti pidato tidak hanya mencakup aspek-aspek kebahasaan saja tetapi juga mencakup aspek-aspek lain yang berupa penyusunan masalah yang digarap dalam suatu susunan yang teratur dan logis adanya fakta-fakta yang meyakinkan mengenai kebenaran masalah itu untuk menunjang pendirian pembicara.
Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang ingin disampaikan secara efektif dan efisien akan lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu komunikasi akan tetap bertitik tolak dari beberapa macam prinsip.
Prinsip-prinsip dasar itu adalah sebagai berikut :
  • Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosakata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif semakin besar kemampuan memilih kata-kata yang tepat dan sesuai untuk menyampaikan pikiran
  • Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan pembicara menggunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda.
  • Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih menarik perhtian pendengar dan lebih memudahkan penyampaian pikiran pembicara.
  • Memiliki kemampuan penalaran yang baik sehingga pikiran pembicara dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.
Urgensi Ilmu Komunikasi atau Retorika Bagi Calon Pemimpin
Setiap calon selain ia harus berwawasan luas juga dituntut harus mempunyai keterampilan berkomunikasi atau berbicara. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui latihan yang sistematis, terarah dan berkesinambungan. Tanpa latihan, kepasihan berbicara atau pidato tidak dapat tercapai. Disamping itu, calon pemimpin juga harus mengetahui ciri-ciri pembicara yang ideal.
Pengetahuan tentang ciri-ciri pembicara yang baik sangat bermangaat bagi mereka yang sudah tergolong pembicara yang kurang baik dan bagi pembicara dalam tarap belajar. Bagi golongan pertama, pengetahuan tersebut dapat digunakan sebagai landasan mempertahankan, menyempurnakan atau mengembangkan keterampilan berbicara atau pidato yang sudah dimilikinya. Bagi golongan kedua yakni calon pemimpin. Hal itu sangat baik dipahami dan dipalikasikan sehingga dapat menghilangkan kebiasaan buruk yang selama ini mungkin dilakukan secara tidak sadar.