Tulisan ini tentu saja tidak bermaksud mengonfirmasi hal-hal itu. Tidak membantah, tidak pula mengiyakan. Segala cerita magis, mistis, ghaib, supranatural di sekeliling kehidupan Bung Karno, ada kalanya merupakan ekspresi kekaguman seseorang, beberapa orang, banyak orang tentang Putra Sang Fajar. Mengapa harus mengomentari orang berekspresi?
Nah, ini pun tentang ekspresi. Cermin diri, suara hati. Bung Karno adalah manusia ekspresif. Ia sangat pandai menyuarakan kata hati, jerit hati, seruan hati. Tidaklah mengherankan jika semua pidato yang menggelegar, semua orasi yang memukau, semua kata sambutan yang membahana, berasal dari hati. Ekspresi jiwa yang dibungkus kekayaan kata, menjadikan Bung Karno seorang pembicara yang jaya.
Salah seorang yang dekat dengannya, Dr. Soeharto (bukan pak harto nyak?), dokter pribadinya, termasuk yang sangat menikmati setiap Bung Karno berbicara. Yang ia rasakan, khasanah hati dan pikirannya menjadi lebih kaya. Usai mendengar pidato Bung Karno, selalu saja tumbuh tunas semangat baru dalam hidupnya.
Kebetulan, sebagai seorang dokter yang terbiasa mengobservasi detail keluhan pasien, ia pun senantiasa mencermati kata demi kata, serta struktur kalimat dan alunan birama saat berbicara. Bung Karno, dengan penguasaan sedikitnya tujuh bahasa asing dengan baik itu, sesungguhnya adalah manusia dengan amunisi kata-kata tak terhingga.
kutipan lidah bung karno “I am speaking to you in a language, which is not mine nor yours, but I am speaking with the language of my heart,” begitu kalimat yang cukup sering dipakai Bung Karno dalam pidato-pidato di manca negara. “I am speaking with language of my heart”… bahasa hati.
Kalimat yang juga termasuk sering diselipkan dalam pidato-pidato Bung Karno, adalah semangat persamaan derajat antarmanusia. Dan itu bener kena kalo kata orang sunda mah kanu manah, di saat dunia masih ada yang memberlakukan sistem apartheid, kasta, kelas, golongan, dan ras. “Men all over the world, under the skin, is one,” kata Bung Karno. Tak ada perbedaan antara satu manusia dengan manusia yang lain, kecuali sekadar kulit. Jadi sesungguhnya, di balik kulit putih, kuning, sawo matang, atau hitam, hanya ada satu nama: MANUSIA.
Mungkin karena itu pula, Bung Karno begitu cepat lebur di mana pun ia berada. Bung Karno tak berasa rendah di hadapan bangsa bule yang lebih putih, lebih tinggi, lebih besar fisiknya. dan jga tak sebutir debu di udara, Bung Karno merasa lebih dibanding bangsa berkulit hitam pekat, sawo matang, atau kuning.
Terhadap semua bangsa, Bung Karno menaruh respek yang sama. Terhadap semua bangsa, Bung Karno mengulur persahabatan yang sama. Bahkan sebelum mengakhiri pidato di depan bangsa-bangsa lain di dunia, ada kutipan Perancis yang nyaris tak pernah lupa ia ungkapkan… “Au revoir. Partir est une peu mourir dans mon coeur…” Sampai jumpa lagi. Perpisahan menyebabkan sedikit kematian dalam hati saya.
beberapa kutipan lidah bung karno :
kalau kita lapar itu biasa
kalau kita malu itu juga biasa
namun kalau kita lapar atau malu
itu karena malaysia kurang ajar!
kerahkan pasukan ke kalimantan
hajar cecunguk malayan itu!
pukul dan sikat jangan sampai tanah
dan udara kita terinjak injak oleh
malaysian keparat itu!
doakan aku, aku akan berangkat ke
medan juang sebagai patriot bangsa,
sebagaimartir bangsa dan sebagai peluru bangsa
yang tak mau di injak harga dirinya.
serukan,serukan keseluruh pelosok negeri
bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini
kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan
bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat
dan kita juga masih memiliki martabat.
yo ayo kita ganyang malaysia,
ganyang malaysia, bulatkan tekad semangat kita baja
peluru kita banyak, nyawa kita banyak.
BILA PERLU SATU SATU.
kutipan pidato soekarno pada operasi kalimantan.
Mantap mantap mantap .... Kapan ya indonesia memiliki pemimpin seperti bung karno lagi, berani, jujur, adil dan bijaksana.
BalasHapusMantap mantap mantap .... Kapan ya indonesia memiliki pemimpin seperti bung karno lagi, berani, jujur, adil dan bijaksana.
BalasHapus